tuan anggur yang nikmat,
kau mabukkan mereka sampai darah dara rajam jantung.
melihatkan semua orang mengikuti mabuk
melunglai lunglai
menyeret nyeret paksa diri untuk menawan.
apa benar ada pemuda menawan hidupnya?
selain mabuk dan berjoget senang birahi satu sama lain.
suntikkan malam kedip lampu lampu penutup sadar
lihat pemuda yang leler bersenang diri.
mereka keruh sungai yang tak sadar dirinya
mereka lupa akan tiada lagi saat dirinya.
bergerak di kehayalan dalam imajinasi kehidupan
yang terus
terus bermimpi saja tanpa tahu dirinya
di lengan mereka tak ada gelang tanda pengenal
hanya duri duri ular dengan bisa yang memabukkan.
aku menyandar menyandera otakku saat melihat mereka itu
yang lupa
melulu melupa
hai kau yang melimpah bagai sampah di mataku
telingaku dan jasad roh pengabdian yang tidak mabuk ini.
berfikirlah untuk apa kalian hidup dari hanya mabuk?
adakah maumu?
lepaskan jeratan yang kau buat sendiri sekarang,
sebelum semakin erat meremat remat lehermu dan kau hanya bisa menyesal.
(David Christiyanto)
Sabtu, 28 Februari 2009
Sabtu, 21 Februari 2009
kutemui dirimu mimpi
Bila hidup ini tak menyematkan aku untuk memetiknya,
biarkan wangian bunga tidurku menjadi serbuk yang mendahaga.
menetes pelan
membelai bulu mataku untuk mengatup
menemui kegagalan lelah.
lalu kusapa;
itu dirimu memercik seperti embun,
tak gentar menatap pagi
dan menggelar malam menjadi keindahan.
seperti hari ini
yang tak lupa bintang menepati janji kepada malam,
sedang melamun menautkan ceritanya.
(David Christiyanto)
biarkan wangian bunga tidurku menjadi serbuk yang mendahaga.
menetes pelan
membelai bulu mataku untuk mengatup
menemui kegagalan lelah.
lalu kusapa;
itu dirimu memercik seperti embun,
tak gentar menatap pagi
dan menggelar malam menjadi keindahan.
seperti hari ini
yang tak lupa bintang menepati janji kepada malam,
sedang melamun menautkan ceritanya.
(David Christiyanto)
Rabu, 18 Februari 2009
Sastra Hasil dari?
ssSastra merupakan hasil dari;
Cerminan masyarakat.
Artinya; Bahwa kelahiran sastra tidak dalam hanya kekosongan sosial belaka. Kehidupan sosial akan menjadi picu lahirnya karya sastra. Karya sastra yang berhasil atau sukses, yaitu yang mampu mereflaksikan zamannya. Kendati sosiologi dan sastra mempunyai perbedaan tertentu, namun sebenarnya dapat memberikan penjelasan terhadap makna teks sastra. (Laurenson dan Swingewood, 1972). Hal ini dapat dipahami, karena sosiologi oyek studinya tentang manusia dan sastra pun demikian. Sastra adalah ekspresi kehidupan manusia yang tak lepas dari akar masyarakat. Dengan demikian, meskipun sosiologi dan satra adalah dua hal yang berbeda namun dapat saling melengkapi. Dalam kaitan ini, sastra merupakan sebuah refleksi lingkungan sosial budaya yang merupakan satu tes dialektika antara pengarang dengan situasi sosial yang membentuknya atau merupakan penjelasan suatu sejarah dialektik yang dikembangkan dalam karya sastra.
Dalam hal ini, teks sastra dilihat sebagai sebuah pantulan zaman, karena itu "ia" menjadi saksi zaman. Sekaligus aspek imajinasi dan manipulasi tetap ada dalam sastra, aspek sosial pun juga tidak bisa diabaikan. Aspek-aspek kehidupan sosial akan memantul penuh ke dalam karya sastra.
intinya, sastra itu terbentuk karena masyarakat.
(Suwardi Endraswara, "METODOLOGI PENELITIAN SASTRA". Media Pressindo. 2008
Cerminan masyarakat.
Artinya; Bahwa kelahiran sastra tidak dalam hanya kekosongan sosial belaka. Kehidupan sosial akan menjadi picu lahirnya karya sastra. Karya sastra yang berhasil atau sukses, yaitu yang mampu mereflaksikan zamannya. Kendati sosiologi dan sastra mempunyai perbedaan tertentu, namun sebenarnya dapat memberikan penjelasan terhadap makna teks sastra. (Laurenson dan Swingewood, 1972). Hal ini dapat dipahami, karena sosiologi oyek studinya tentang manusia dan sastra pun demikian. Sastra adalah ekspresi kehidupan manusia yang tak lepas dari akar masyarakat. Dengan demikian, meskipun sosiologi dan satra adalah dua hal yang berbeda namun dapat saling melengkapi. Dalam kaitan ini, sastra merupakan sebuah refleksi lingkungan sosial budaya yang merupakan satu tes dialektika antara pengarang dengan situasi sosial yang membentuknya atau merupakan penjelasan suatu sejarah dialektik yang dikembangkan dalam karya sastra.
Dalam hal ini, teks sastra dilihat sebagai sebuah pantulan zaman, karena itu "ia" menjadi saksi zaman. Sekaligus aspek imajinasi dan manipulasi tetap ada dalam sastra, aspek sosial pun juga tidak bisa diabaikan. Aspek-aspek kehidupan sosial akan memantul penuh ke dalam karya sastra.
intinya, sastra itu terbentuk karena masyarakat.
(Suwardi Endraswara, "METODOLOGI PENELITIAN SASTRA". Media Pressindo. 2008
Selasa, 17 Februari 2009
TIGA ANTARA
Dari Sanur aku berjalan tak tenggelam,
bersemayam hampir terpisah di merahnya laut karam.
Mentari siap terpecah terburai,
berserakan sinarnya akan melantun malam.
Jiwa kadang tak bisa lepas,
dari lembut pasir putih dan rindu terpanjat hingga pohon kelapa.
Asal aku terpejam,
semua jadi tampak tambah jelas.
Tentang sanubari yang gagal berlabuh dan tersesat ditumbuk karang tua.
Kenapa bayangku malah bergambar pagi di Tanjung Benoa?
Terkepung anak anak penyu yang baru belajar berenang.
Aku sangsi akan sampai juga nanti,
atas pikiranku berkemas di pantai Kuta.
Hingga berdenyut debur-debur angin memisahkan juga,
tiga antara bayangku di pulau Bali.
(David Christiyanto)
bersemayam hampir terpisah di merahnya laut karam.
Mentari siap terpecah terburai,
berserakan sinarnya akan melantun malam.
Jiwa kadang tak bisa lepas,
dari lembut pasir putih dan rindu terpanjat hingga pohon kelapa.
Asal aku terpejam,
semua jadi tampak tambah jelas.
Tentang sanubari yang gagal berlabuh dan tersesat ditumbuk karang tua.
Kenapa bayangku malah bergambar pagi di Tanjung Benoa?
Terkepung anak anak penyu yang baru belajar berenang.
Aku sangsi akan sampai juga nanti,
atas pikiranku berkemas di pantai Kuta.
Hingga berdenyut debur-debur angin memisahkan juga,
tiga antara bayangku di pulau Bali.
(David Christiyanto)
Langganan:
Postingan (Atom)