Rabu, 18 Maret 2009

Kau

kau adalah titisan dari lumbung embun yang terbungkus benang sutera,
melebihi indahnya dari hujan permata sekalipun.
kau elok bagai pagi yang selalu memberiku tempat,
menyirami beribu hektar luas perkebunan mawar dalam diriku,
menyirnakan riuh angin di pematang daratanku yang tak henti-hentinya menyemai biru,
hingga tak ingin pergi bayangmu dari larut sang bulan di penghujung senjaku,
memastikan jelas perkara diriku yang bermuasahbah.

(David Yuli Christiyanto Wahono)

Selasa, 17 Maret 2009

aku ingin seperti penyair zaman dulu

aku ingin seperti penyair zaman dulu,
di mana kampung negeri ini belum ada gedung-gedung bertingkat,
mesin-mesin menderum,
jalan beraspal,
hiasan lampu kota yang terang menyilaukan,
keramaian gelegar tetangga bertengkar,
semprawutan suara televisi membanting-banting dinding,
dan bersahutan tangis bayi yang kelaparan.

aku ingin seperti penyair zaman dulu,
di mana kampung negeri ini masih berbentuk rerimbunan tetumbuhan,
rumah dari anyaman bambu,
dan redup lampu teplok mendamar.
yang disetiap malam,
terdengar suara bahagia anak-anak bermain dolanan
di tengah lahan kedamaian,
diserukan dengan suara binatang semak-semak
dan bianglala memercantik bulan.

aku ingin seperti penyair zaman dulu,
itulah kehidupan sebenarnya;
ada kedamaian,
ada cinta,
ada kesederhanaan penuh rasa kaya,
dan keakraban romantis manusia dengan alam semesta.

(David Yuli Christiyanto Wahono)

Senin, 16 Maret 2009

kenangan, Agustus 2008

mengapa ada waktu yang harus direlakan hanya untuk dikenang?
waktu itu,
ketika malam bernyanyi dan bersanding rindu denganmu,
aku benar-benar merasakan ada kebenaran
kebenaran yang telah dititipkan dari kedamaian yang berlanjut sampai lembah pagar pinus dan deras hujan menyatu dengan dingin.

aku melihat senyum yang berjalan
menjadikan akan lupa dingin.
aku menemukan hati yang menandakan adanya cinta,
dan sekarang masih ada.

(David Yuli Christiyanto Wahono)

Senin, 09 Maret 2009

Agestia (malam PLSI, Agustus 2008)

aku tak bisa berpaling dari malam itu,
saat matamu memeluk setumpuk keranjang bunga.
kau diam,
kadang tersenyum sendiri.

tak kau sadari pandangku menangkapmu,
sembunyi di daun pintu
ruang 'Usmar Ismail',
tempat dimana aku semakin mengenalmu.
namun sekarang
banyak sedikit gurau menjadi asing.


lesung angin
diam menghantar ingatan masa kelam.

aku merasa malu malu,
bila malam bertanya padaku.
siapa dia?
gadis cantik yang bermain dengan bugenvil.

lalu ku tutup mata dan tak pedulikan malam.

biarkan nanti mimpiku yang menjawabnya.

(David Christiyanto)

Anak Kos

Lauk pauk, sebungkus hidangan sore hari
Menentramkan denyut perut di pengasingan.
Terlalu sulit untuk memikirkan esok hari,
Buat hari ini saja sudah berantakan keadaannya.
Seperti melamun sebelum datang malam,
Di perkebunan dekat jendela tempatku.

Sangat bisik kudengar suara binatang yang
menyanyi kelaparan,
Menuduh wajah kusutku bercarutmarut
celontengan luka liku luka.
Entah luka tentang wanita
Dan luka luka luka yang liku mengkudis......

Mau kemana rona penghadiran kenyang membantu?
Memberi arah
Menghilangkan linglung linglung hawa bahwa sadar
Ada jalan keluar sebelum benar benar terdampar.

dari
rambatan mengunyah hayalan
memimpin diri

terus
menerus
mengurus
tergerus ketakjelasan
masih menyudut
ketakutan dikejar asap petuah tembakau.
Semakin tertawa
Semakin tertawa
Menghina ujud kekurusanku di kamar kos.
Pengasingan
pembekapan ilmu
ilmu janji jadi lawang hari depan.

(David Christiyanto)

Jumat, 06 Maret 2009

syair malam

biasanya aku menitip pesan pada malam,
menyandarkan diri, di bawah lautan angkasa.
tapi kali ini
kebosanan nampak dibawa mendung,
dan hujan bagai tabir yang menutup keberadaanku.

jadi ku katakan
pesan wangian rindu ini untukmu;

manakala dunia ini
tersenyum mengikuti langit pagi,
ku hantarkan;
itu karena dirimu yang melewati jalan depan mataku
menampar malasku
dan memberiku saku angin pagi.

namun kini sepertiku diam,
menyembunyikan paras cantikmu di rematan bayangku.
dengan syair malam
melewati tarian gerimis melangit
menenam taman andaianku.

(David Christiyanto)

manik manik langit

indah melukis begitu transparan dari hunian yang tak berpeluk.
di atas penuh kedamaian, untuk saat yang aku tak tahu sampai kapan berada.
melihatnya seperti anak mengumpat di balik punggung bundanya.
menggoda,
malu malu begitu rupanya terlihat memanggil tak sengaja.

masih saat yang lengang di keheningan
aku menatapnya,
lalu memanggilnya dalam keterbaringan senja.
manik manik langit,
sungguh baik dirimu di kejauhan sana,
tersenyum dan terbiasa denganku yang tak asing lagi.

hingga ada yang merasa ingin tahu,
di kedalaman mataku terus merangkak naik.
dan mudah,
bercucuranlah air bening itu berkenalan denganmu menebar di pipiku
mengagumi lebih jauh dari jarak antara dirimu bersamaku menempati.

malam....

(David Christiyanto)

sekeranjang surat cinta dariku

berikan ranjangmu setumpuk surat cinta dariku.
bacalah ulang,
satu diantaranya;
dengan kucup redup rembulan.
ingatlah beberapa kata
yang membiru sebelum melelapkanmu.

bila sebagian surat itu membuatmu benci padaku,
maka hanyutkanlah surat itu
ke samudera yang penuh dengan badai.

dan saat semua surat itu membuatmu semakin sesak,
coba lihatlah bantal tidurmu.
apakah dia juga membenci semua surat dariku?

bila dia tidak menjawab;
segeralah kau tidur untuk melupakanku.

(David Christiyanto)

kenangan di hutan pinus

malam mengucap sepi,
langkah pacu kereta angin melaju semilir.
kantung kantung bunga taman menjaga perjalanan,
membuat lengah para kabut yang menjadi musuh bara
tadi menari kobar
tadi menari nyala.

sekarang tinggal tiup
itu bayangan berupa-rupa.
lalu
pasembahan
denyut denyut putik membius kembang.

mari menari
menyanyi mengalahkan dingin.
di tengah belantara hujan
seperti aku meneguk cinta,
membuka payung lambaian pinus yang sedang berbuah.

(David Christiyanto)

bunga merah

aku masih ingat waktu itu,
ketika bunga merah melamun sendiri di lereng tebing.
menatapmu sejenak....

sudah ku duga
matamu penuh binar-binar kesejukan.

alangkah baiknya
bila ku berikan bunga itu padamu.
agar tiada sepi
ketimbang dia melamun.

kini
entah tiada lagi bunga itu hilang
tapi wangi tetap rindu.

(David Christiyanto)

pesan hujan

kini aku tergenang dalam kenangan,
kembali lagi hujan menyampai pesan yang menyembunyi.
mengingatkan untuk aku tak perlu sembunyi.

kau bukan katak yang menyembahku
mengapung di atas teratai.
begitu kata hujan;

kau dan kau,
adalah kau yang tak menyembahku.
tapi kau keberadaan yang memaknai seperti aku.
menemani hening-bening
dan merubah sepi-tapi

aku kau dan kau
mengapung lebih dari seperempat tempat.
bahkan aku kau dan kau
sama sama merasa sepi kini.

(David Christiyanto)

Syair Pembungkam

pemuda menjeritkan suara rakyat,
berjalan gempar menggempur aspal ibu kota.
banyak jumlahnya
menyanyi aspirasi.

keringat ditenggak jalan
keringat ditenggak angin
tangan mengepal
menyambut garang mentari
disambut baju anyaman malam.

terus menempuh
ini jiwa muda
ini jiwa muda
ini pemuda muda.
kami banyak dan bersatu. cuma ingin berbisik untuk pemimpin negara.
adakan perubahan pada kami penghuni bangsa.....

lalu
sebentar dengar suara
dar....
dar...
dar...

diam...

peluru tajam membungkam
saudara kami
tergulai tak bicara lagi
jadi seperti pasir beragam diterpa ancaman.

(David Christiyanto)

Doa Petasan

Aku dipecah suara gemuruh petasan,
mendesah memanggilku di pintu gapura.
Langkahku tak lagi menilas di karpet masjid.
Memanggilku lalu pergi berserakan di pinggir jalan.

Ayahku ikut meronta
melihat jariku berpeluk petasan.
hingga kembali lagi dipecah suara gemuruh petasan,
mendesah memanggilku di pintu gapura.

Aku lupa
sampai habis tak ada lagi doa!
Aku memang lupa!
Sekiranya aku teringat ayahku ikut meronta.
aku lupa
Ayahku berpesan doa padaku.

petasan
petasan
petasan
jangan kembali lagi kau pecah doa.

Ayahku ikut meronta.

(David Christiyanto)

daun kering

Dan aku pikir,
beginilah hujan menyumbat putik mawar untuk berbuah.
membenamkan rerumputan,
menangis mengaisi tanah.

Untung aku tak kehilangan akal,
menunjuk daun kering dengan kedua mata.
akan seperti itulah aku
bila masih ada umur
aku pun jadi rapuh dan robek ditembus zaman.

Bagaimana sekarang,
bukan hanya sepi yang mengalahkan.
Tapi suatu saat lautan pula tak nampak.

Dari tempat dudukku
sekarang masih bisa ku lewatkan.
Namun esok?
siapa yang tahu....

(David Christiyanto)

Rabu, 04 Maret 2009

Perbicanganku pada Jam Dinding

Jam dinding menatap ragu,
mencuri lelah tubuhku terbaring di atas dipan.
Kami saling pandang
bisu tetapi bicara.
kami;
sama sama menyalahkan
sama sama tak menganggap.
sama sama berbuat angkuh
sama sama
sama sama
sama sama semakin geram
akhirnya mengalah.

Tak tahu siapa yang memulainya memutuskan berdamai.
Dan seketika kami sama-sama tidak tahu.

Kami terpisah tak saling temu
tak saling ada.
Tapi aku tidak merindunya
Aku berada dalam waktuku yang dia tidak menemukannya.

Sangat jauh mungkin?

Dan akan tahu setelah aku terbangun.
Kita sama-sama tersenyum seolah baru bertemu.


(David Christiyanto)

Muka Bapak

Sepulangku mengepul asap di depan pintu,
memandang dungu di keterasingan bahu.
Hening hanya berjumpa rindu,
Ingin berbalik,
masih dihantui rindu.
Mana cat tembok rumahku masih saja biru,
bentuk kursi bambu kulihat semakin memadu.

Dan aku terkejut memaki diri,
tampak muka bapakku yang sayu terhimpit umur.
Matanya tak lagi kulihat gambar cermelang burung elang,
hanya sisa warna perkutut mendengkur malas.

Aku berlinang memeluk tubuhnya yang rapuh.
memaksa rindu terus menghajar,
semakin erat meremas penyesalanku
Diberitahu muka bapak yang bisu ikut menghajarku pula.

(David Christiyanto)

opiniku terhadap anak muda Bangsa Indonesia

Malam teras memburam.
hadirlah wahai wahai bunga impian
sisipkan seminar biru dalam naungan.
gunakan mimbar cakrawala di tengah danau tandus berlubang,
biar gemercik,
ludah terbebas dari kurungan sesak berhala.

Lihat aku kurang bergairah sekarang!
mencicipi angin-angin.
angin
angin sebagian dari barat,
Sundal ku bilang!
kau tutupi rumahku dengan kulit kacang busuk.

Anak-anak mencarimu,
mereka sedang melantur melindur.
kau bius apa?

angin sebagian barat sundal!
kau tutupi rumahku dengan kulit kacang busuk.
Sengak!!!!
Sengak baumu!
Anak-anak kau perkosa dalam rumahku.
mereka melantur melindur
kantung kantung penuh sengakmu!

angin sebagian barat berhala busuk!
Rumahku jadi tangis anak-anak melantur
melindur
terus tertawa merunduk terhuyung.

angin sebagian barat
ringkas kulit arimu,
yang mudah meracun anak-anak melantur melindur.

kau sesakki tepian lautku.
dengan tergeletak mocar macir kulit manusia telanjang.
menawan memang?
sungguh menjijikkan anggapan keindahanmu.

Rumahku tak begitu.........
walau kulit cokelat buruk,
tetap saja tertutup malu.

angin sebagian barat,
romans bunyi angklung merdu bentuk rumahku.
Muka Rumahku
Budaya Bangsaku.
bukan angin sebagian barat yang menjijikkan!

(David Christiyanto)

Senin, 02 Maret 2009

Esai dan Puisi

PUISI

Sampanku tenggelam sebelum terdampar,
dayungku patah,
sebelum merenggut air laut;

Hidup tak perlu untuk dikasihani,
karena hidup adalah perjuangan yang perlu terus digali maknanya.

ESAI
Hargai hidup sendiri dengan memahami kehidupan ini. Selagi masih ada waktu untuk berpikir, maka berpikirlah untuk apa kita hidup di sini?. Membuang waktu yang menurut kita menyenangkan dengan masa muda hura-hura, adalah tindakan yang konyol tidak berisi. Itu hanya akan membawa kita dalam penyesalan tanpa ampun. saya berani mengatakan begitu, karena saya juga pernah mengalami masa muda hura-hura, yang dulu menurut saya adalah kesenangan yang harus tetap ada pada diri saya. Namun umur terus berlanjut, terlepas dari dekatnya maut karena minuman keras, menyadarkan saya akan kehidupan ini. saya pernah melakukan kesalahan dalam hidup ini sebelumnya. masa muda saya adalah masa dimana saya merasakan kenikmatan kebebasan dari aturan orang tua. pulang pagi, jarang tidur di rumah, dan mabuk-mabukan bersama teman-teman di pinggir jalan. itu saya alami waktu duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Untung saya memiliki orang tua yang dengan sabar merawat saya sampai dengan ditemukan tujuannya. Kebiasaan buruk yang sering saya lakukan masih berlanjut sampai saya mengenyam bangku perkuliahan semester empat. Kejadian yang membuat saya berpikir kritis tentang kehidupan ini, muncul dari kematian paman saya. waktu itu saya ikut serta memandikan jenasahnya, saya melihat wajah yang kaku diam penuh pertanyaan. kematian seseorang memang sulit ditebak kapan datangnya. Kematian memiliki wewenang yang sangat kuat atas diri kita. siapa pun tak bisa menghindarinya. Sehari sebelum paman saya meninggal, ia sempat berbincang dengan saya di depan televisi. tidak ada tanda-tanda apa pun kalau ia akan meninggal. Baru pagi hari pukul enam, saya diberitahu ayah saya, bahwa paman saya meninggal dalam keadaan tidur. Betapa terkejutnya saya mendengar berita itu. Mula-mulanya saya agak sedikit ragu tak percaya akan perkataan ayah saya. lalu saya berjalan menghampiri tempat tidurnya, saya sentuh tubuhnya, saya gelitik kakinya, dan tak ada gerakan menyambut dari paman saya. Kemudian saya baru bisa percaya, kalau paman saya telah meninggal. Duduk di samping jenasahnya dan berpikir. Saya pun akan sperti paman saya. Suatu saat bila mati menghendaki, saya pun akan mati tanpa saya tahu waktunya.
setelah beberapa minggu kejadian itu, saya terus direnggut dengan pertanyaan yang mungkin hampir semua pemuda di negeri ini tidak memikirkannya. Kenapa kita harus hidup di dunia ini?, kalau suatu saat kita juga akan mati. Apa salah saya memikirkan itu?. Menurut saya tidak. walau pun banyak anak muda yang beranggapan hidup sekali mending digunakan untuk menikmati kesenangan. Malam sulit tertidur hanya untuk menjawab satu pertanyaan yang datang dari diri sendiri.
Kejadian-kejadian yang ada pada diri saya sebelumnya, saya ingat kembali satu demi satu sebisa saya mengingatnya. Lebih banyak muncul dalam otak saya menggambarkan kejadian nakal saya di masa muda. dan pertanyaan datang kembali, Apakah dengan perilaku saya yang onar, saya bisa merasakan arti dari diri saya sendiri hidup di sini?. saya tidak menemukannya. Saya akui awal diri saya terjerumus dalam lubang angkatan muda hura-hura, karena saya mengalami kegagalan cinta. Sampai saat ini saya berumur 21 tahun bila mengingatnya, saya kadang tersenyum sendiri dengan tingkah laku saya di masa lalu. Sungguh memang saya laki-laki yang lemah dan tidak mengerti dengan kejadian yang saya alami waktu itu.
Namun sekarang, saya bisa menjalani hidup dengan nyaman walau kadang memang masih ada kejadian yang membuat saya kendor untuk menjalani hidup. Tapi masa lalu adalah pelajaran yang sangat berharga bagi saya. buku dari pemikiran Enstein membuat saya sedikit bisa menemukan jawaban dari pertanyaan saya sendiri. Hidup ini memang harus dipahami dengan segala kejadiannya sepanjang kita masih hidup. akhirnya saya menemukan prinsip hidup saya "Tujuan", iya, saya harus memiliki tujuan. Diri saya yang dulu seperti itu, karena saya tidak memiliki tujuan. Tujuan hidup saya adalah memanfaatkan hidup ini dengan sesadar-sadarnya. saya harus sadar dengan segala sesuatu yang telah saya lakukan. Apakah tindakan yang saya lakukan mengandung manfaat atau tidak. Namun muncul lagi pertanyaan setelah itu. Lalu bila sebelum saya mencapai tujuan-tujuan, saya akan mati terlebih dahulu?. Jadi buat apa saya memiliki tujuan dalam hidup kalau pada akhirnya tidak tercapai?.
Hidup ini memang rumit, namun saya tidak akan lelah untuk terus berpikir dengan kehidupan saya. walau kadang-kadang saya harus memberi waktu untuk diri saya sendiri dengan refresing atau jalan-jalan ke luar kota menikmati pemandangan alam pedesaan.he.he.he kog malah kayak curhat ya?
kenapa saya hidup, kalau pada akhirnya saya akan mati juga?. Memiliki impian untuk diwujudkan namun pada akhirnya tidak terwujud. Apakah ada yang bisa menjawab pertanyaan itu?.
Ayooooo... berpikir logis..... ayoooo semangat...he.he... sebenarnya saya orang yang suka bercanda. Namun boleh lah, saya berpikir agak keras untuk mengetahui arti kehidupan ini. Setidaknya saya sudah terlepas dari masa lalu saya yang kosong.
Diri saya terdapat nyawa yang terwadah dalam tubuh . Otak saya gunakan untuk berpikir, mata untuk melihat, mulut untuk bicara, makan dan bernafas, telinga untuk mendengar, hidung untuk membau dan bernafas, wajah, bentuk kepala dan rambut untuk dikenali orang lain, tangan untuk bergerak, kaki untuk berjalan, pokoknya semua organ tubuh saya ada tujuan dan manfaatnya deh...he.he...
Nah, ketemu jawabannya. kalau semua organ tubuh saya dibuat dengan penuh tujuan dan manfaat. pasti kehidupan ini juga terbentuk karena ada manfaat dan tujuannya. Dankematian juga pasti ada tujuan dan manfaatnya?. Lalu apa ya tujuan dan manfaat dari hidup lalu mati?. Saya terlahir dengan sudah ada kehidupan sebelumnya. Termasuk ada nenek dan kakek saya, bapak dan Ibu saya.
Selama saya ingin menemukan jawaban dari pertanyaan kenapa saya hidup lalu mati. Saya mengamati kedua orang tua saya. Sampai sekarang mereka berdua tetap menjalani hidup dengan mengasuh saya tanpa menyerah, walau sebelumnya saya termasuk orang yang susah diatur. Apa mereka tidak rugi mengasuh saya?.he.he..
Saya terus mengamati tindakan mereka yang dengan sabar memperlakukan saya sebagai anaknya. Memberi saya waktu untuk dapat mengertikan mereka. Iya, lalu saya bisa mengertikan mereka dengan tidak mengulang tingkah laku saya di masa lalu. Saya punya tujuan hidup. Menjalani hidup ini dengan mencintai kedamaian. Enstein bilang, kedamaian tidak dapat dijaga dengan kekuatan ingin menguasai melainkan akan terwujud dengan pengertian. Hidup ini milik bersama dengan pemahamannya masing-masing. Asal tidak merugikan orang lain, sudah termasuk tindakan yang berarti untuk dilestarikan. Karena bila suatu saat kita mati. kita tidak dalam penyesalan walau ada sesuatu yang belum tercapai.
Aha... saya hidup untuk tujuan hidup dan tidak merugikan orang lain. Kematian yang menjemput orang sesudah saya, bertujuan untuk mengingatkan saya, bahwa kita akan mati tanpa tahu kapan waktunya.
Akhirnya dengan itu saya memilih untuk hidup dengan memanfaatkan setiap waktu dengan tindakan yang bermanfaat dan memiliki tujuan. Walau pada akhirnya saya mati. saya pikir, kematian adalah batasan saya menjalani hidup. Tentang kehidupan setelah mati, saya serahkan kepada Yang Membuat Kehidupan ini.
Jadi jawabannya, adalah hidup ini merupakan pinjaman yang harus dijaga sebaik-baiknya sebelum ditagih kembali.
Bagaimana?
Apakah bisa dimengerti?
Sebenarnya saya mau menulis lebih panjang lagi, tapi mungkin tidak di sini.he.he.he


PUISI
Sebelum aku tertidur,
aku telah menyimpan hari ini dalam pikiranku.
Agar saat terbangun nanti,
aku tak melupakan hal-hal yang tidak berarti dan berarti untuk selalu ku pelajari.
Karena aku sangat mencintai hidup ini dengan segala rahasianya.
Sebelum aku benar-benar merindukannya dan tidak menemuinya lagi.

(David Christiyanto)