Senin, 02 Maret 2009

Esai dan Puisi

PUISI

Sampanku tenggelam sebelum terdampar,
dayungku patah,
sebelum merenggut air laut;

Hidup tak perlu untuk dikasihani,
karena hidup adalah perjuangan yang perlu terus digali maknanya.

ESAI
Hargai hidup sendiri dengan memahami kehidupan ini. Selagi masih ada waktu untuk berpikir, maka berpikirlah untuk apa kita hidup di sini?. Membuang waktu yang menurut kita menyenangkan dengan masa muda hura-hura, adalah tindakan yang konyol tidak berisi. Itu hanya akan membawa kita dalam penyesalan tanpa ampun. saya berani mengatakan begitu, karena saya juga pernah mengalami masa muda hura-hura, yang dulu menurut saya adalah kesenangan yang harus tetap ada pada diri saya. Namun umur terus berlanjut, terlepas dari dekatnya maut karena minuman keras, menyadarkan saya akan kehidupan ini. saya pernah melakukan kesalahan dalam hidup ini sebelumnya. masa muda saya adalah masa dimana saya merasakan kenikmatan kebebasan dari aturan orang tua. pulang pagi, jarang tidur di rumah, dan mabuk-mabukan bersama teman-teman di pinggir jalan. itu saya alami waktu duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Untung saya memiliki orang tua yang dengan sabar merawat saya sampai dengan ditemukan tujuannya. Kebiasaan buruk yang sering saya lakukan masih berlanjut sampai saya mengenyam bangku perkuliahan semester empat. Kejadian yang membuat saya berpikir kritis tentang kehidupan ini, muncul dari kematian paman saya. waktu itu saya ikut serta memandikan jenasahnya, saya melihat wajah yang kaku diam penuh pertanyaan. kematian seseorang memang sulit ditebak kapan datangnya. Kematian memiliki wewenang yang sangat kuat atas diri kita. siapa pun tak bisa menghindarinya. Sehari sebelum paman saya meninggal, ia sempat berbincang dengan saya di depan televisi. tidak ada tanda-tanda apa pun kalau ia akan meninggal. Baru pagi hari pukul enam, saya diberitahu ayah saya, bahwa paman saya meninggal dalam keadaan tidur. Betapa terkejutnya saya mendengar berita itu. Mula-mulanya saya agak sedikit ragu tak percaya akan perkataan ayah saya. lalu saya berjalan menghampiri tempat tidurnya, saya sentuh tubuhnya, saya gelitik kakinya, dan tak ada gerakan menyambut dari paman saya. Kemudian saya baru bisa percaya, kalau paman saya telah meninggal. Duduk di samping jenasahnya dan berpikir. Saya pun akan sperti paman saya. Suatu saat bila mati menghendaki, saya pun akan mati tanpa saya tahu waktunya.
setelah beberapa minggu kejadian itu, saya terus direnggut dengan pertanyaan yang mungkin hampir semua pemuda di negeri ini tidak memikirkannya. Kenapa kita harus hidup di dunia ini?, kalau suatu saat kita juga akan mati. Apa salah saya memikirkan itu?. Menurut saya tidak. walau pun banyak anak muda yang beranggapan hidup sekali mending digunakan untuk menikmati kesenangan. Malam sulit tertidur hanya untuk menjawab satu pertanyaan yang datang dari diri sendiri.
Kejadian-kejadian yang ada pada diri saya sebelumnya, saya ingat kembali satu demi satu sebisa saya mengingatnya. Lebih banyak muncul dalam otak saya menggambarkan kejadian nakal saya di masa muda. dan pertanyaan datang kembali, Apakah dengan perilaku saya yang onar, saya bisa merasakan arti dari diri saya sendiri hidup di sini?. saya tidak menemukannya. Saya akui awal diri saya terjerumus dalam lubang angkatan muda hura-hura, karena saya mengalami kegagalan cinta. Sampai saat ini saya berumur 21 tahun bila mengingatnya, saya kadang tersenyum sendiri dengan tingkah laku saya di masa lalu. Sungguh memang saya laki-laki yang lemah dan tidak mengerti dengan kejadian yang saya alami waktu itu.
Namun sekarang, saya bisa menjalani hidup dengan nyaman walau kadang memang masih ada kejadian yang membuat saya kendor untuk menjalani hidup. Tapi masa lalu adalah pelajaran yang sangat berharga bagi saya. buku dari pemikiran Enstein membuat saya sedikit bisa menemukan jawaban dari pertanyaan saya sendiri. Hidup ini memang harus dipahami dengan segala kejadiannya sepanjang kita masih hidup. akhirnya saya menemukan prinsip hidup saya "Tujuan", iya, saya harus memiliki tujuan. Diri saya yang dulu seperti itu, karena saya tidak memiliki tujuan. Tujuan hidup saya adalah memanfaatkan hidup ini dengan sesadar-sadarnya. saya harus sadar dengan segala sesuatu yang telah saya lakukan. Apakah tindakan yang saya lakukan mengandung manfaat atau tidak. Namun muncul lagi pertanyaan setelah itu. Lalu bila sebelum saya mencapai tujuan-tujuan, saya akan mati terlebih dahulu?. Jadi buat apa saya memiliki tujuan dalam hidup kalau pada akhirnya tidak tercapai?.
Hidup ini memang rumit, namun saya tidak akan lelah untuk terus berpikir dengan kehidupan saya. walau kadang-kadang saya harus memberi waktu untuk diri saya sendiri dengan refresing atau jalan-jalan ke luar kota menikmati pemandangan alam pedesaan.he.he.he kog malah kayak curhat ya?
kenapa saya hidup, kalau pada akhirnya saya akan mati juga?. Memiliki impian untuk diwujudkan namun pada akhirnya tidak terwujud. Apakah ada yang bisa menjawab pertanyaan itu?.
Ayooooo... berpikir logis..... ayoooo semangat...he.he... sebenarnya saya orang yang suka bercanda. Namun boleh lah, saya berpikir agak keras untuk mengetahui arti kehidupan ini. Setidaknya saya sudah terlepas dari masa lalu saya yang kosong.
Diri saya terdapat nyawa yang terwadah dalam tubuh . Otak saya gunakan untuk berpikir, mata untuk melihat, mulut untuk bicara, makan dan bernafas, telinga untuk mendengar, hidung untuk membau dan bernafas, wajah, bentuk kepala dan rambut untuk dikenali orang lain, tangan untuk bergerak, kaki untuk berjalan, pokoknya semua organ tubuh saya ada tujuan dan manfaatnya deh...he.he...
Nah, ketemu jawabannya. kalau semua organ tubuh saya dibuat dengan penuh tujuan dan manfaat. pasti kehidupan ini juga terbentuk karena ada manfaat dan tujuannya. Dankematian juga pasti ada tujuan dan manfaatnya?. Lalu apa ya tujuan dan manfaat dari hidup lalu mati?. Saya terlahir dengan sudah ada kehidupan sebelumnya. Termasuk ada nenek dan kakek saya, bapak dan Ibu saya.
Selama saya ingin menemukan jawaban dari pertanyaan kenapa saya hidup lalu mati. Saya mengamati kedua orang tua saya. Sampai sekarang mereka berdua tetap menjalani hidup dengan mengasuh saya tanpa menyerah, walau sebelumnya saya termasuk orang yang susah diatur. Apa mereka tidak rugi mengasuh saya?.he.he..
Saya terus mengamati tindakan mereka yang dengan sabar memperlakukan saya sebagai anaknya. Memberi saya waktu untuk dapat mengertikan mereka. Iya, lalu saya bisa mengertikan mereka dengan tidak mengulang tingkah laku saya di masa lalu. Saya punya tujuan hidup. Menjalani hidup ini dengan mencintai kedamaian. Enstein bilang, kedamaian tidak dapat dijaga dengan kekuatan ingin menguasai melainkan akan terwujud dengan pengertian. Hidup ini milik bersama dengan pemahamannya masing-masing. Asal tidak merugikan orang lain, sudah termasuk tindakan yang berarti untuk dilestarikan. Karena bila suatu saat kita mati. kita tidak dalam penyesalan walau ada sesuatu yang belum tercapai.
Aha... saya hidup untuk tujuan hidup dan tidak merugikan orang lain. Kematian yang menjemput orang sesudah saya, bertujuan untuk mengingatkan saya, bahwa kita akan mati tanpa tahu kapan waktunya.
Akhirnya dengan itu saya memilih untuk hidup dengan memanfaatkan setiap waktu dengan tindakan yang bermanfaat dan memiliki tujuan. Walau pada akhirnya saya mati. saya pikir, kematian adalah batasan saya menjalani hidup. Tentang kehidupan setelah mati, saya serahkan kepada Yang Membuat Kehidupan ini.
Jadi jawabannya, adalah hidup ini merupakan pinjaman yang harus dijaga sebaik-baiknya sebelum ditagih kembali.
Bagaimana?
Apakah bisa dimengerti?
Sebenarnya saya mau menulis lebih panjang lagi, tapi mungkin tidak di sini.he.he.he


PUISI
Sebelum aku tertidur,
aku telah menyimpan hari ini dalam pikiranku.
Agar saat terbangun nanti,
aku tak melupakan hal-hal yang tidak berarti dan berarti untuk selalu ku pelajari.
Karena aku sangat mencintai hidup ini dengan segala rahasianya.
Sebelum aku benar-benar merindukannya dan tidak menemuinya lagi.

(David Christiyanto)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar